-->

Senin, 14 Februari 2011


Langit memang tak secerah biasanya. Awan gelap pekat menyelimuti kota bersertakan hamparan dinginnya malam di kota itu. Tinggallah keluarga yang hidup di rumah sederhana, bagaikan surga bagi keseharian mereka. Keluarga itu adalah keluarga Anwar dan istrinya Fatimah serta anak satu-satunya, Ardi. Sambaran petir meraung-raung memecah heningnya malam itu.
Dari hari ke hari Ardi tumbuh semakin besar dan kini tiba kala waktunya Ardi merubah semua kehidupannya yang dulu masih kekanak-kanakan.
Malam ini mereka sedang makan malam bersama. Meja makannya penuh dengan makanan karena ini adalah hari ulang tahun Ardi yang ke delapan belas. Ibu Fatimah sednag masak banyak. Mereka pun makan malam bersama.
“Gus, kenapa kamu?” tanya Bu Fatimah,”kok agak murung mala mini?
“Iyo Le, Kamu kok diem saja dari tadi? Apa kamu bikin ulah lagi di sekolah? Kamu masuk BP lagi???” tegur Pak Anwar. Tetapi Ardi tetap saja diam
 “Ini kan hari ulang tahun kamu. Jangan sedih ya, Nak!” tekan Ibu Fatimah lembut.
“Udah, Pak, Buk! Gak usah pikirin aku. Aku bisa ngatur diriku,” bentak Ardi. Ardi pun langsung meninggalkan ruang makan menuju ke kamarnya.
“Udahlah Bune! Tidak usah diikuti,” melihat Bu Fatimah,”sabar saja buk.”
“Iyalah, Pak! Menghadapi anak itu memang harus ekstra sabar. Gak usah dimarahin lagi lho pak!” sambil berbisik”dia tu anak kita satu-satunya.” Juga sang pacar, Rara telah memberikan ucapan selamat sekaligus kejutan.
Keesokan harinya Ardi masuk sekolah seperti biasanya. Berjumpa dengan kawan-kawan satu gengnya.
“Hai Brooo…senang aku masih bertemu kalian…” tegur Ardi.
“Hello Meenn…aku juga senang..umur kamu kan udah kurang satu tahun. Hahaha….kemarin ulang tahun…” jawab Amir.
“Wah sori Men! Gue lupa ma ulang tahunmu. Met ultah ya bro..!” sahut Rudi cekatan sambil menyalami Ardi.
“Iya…gak papalah…guys…pulang sekolah jadi gak?” balas Ardi.
“Jadi ngapain bro?” sahut Amir.
“Biasalah..ngoplo…” jelas Ardi.
“Boleh, nanti ngajak Arga dan Rendi kan?” sahut Rudi.
“Tentu…” jawab Ardi.

Sepulang sekolah Amir, Arga dan Rendi telah menunggu di dekat SMA 2, sekolah Rara, pacar Ardi.
“Ga, Ardi dan Rudi di mana nih? Jam segini kuk belum datang?” tanya Amir.
“Aku juga ga tahu lah, Mir. Lemot banget mereka,” gumam arga ”itu mereka.” (sambil menunjuk kedua anak itu).
“Woooooy! Diii, Ruuud….kami di sini.” teriak Rendi.
“Woooooy!”teriak Amir! Mereka berdua kemudian menghampiri Amir dan kawan-kawannya. Masih berseragam dan menenteng tiga botol bir.
“Men, ayo berpesta di sini,” kata ardi “gak usah malu-malu!” Mereka berlima segera menteguk miniman haram itu. Tak menghiraukan apa saja di sekitarnya. Bahkan Ardi dan Amir sampai teler karena terlalu banyak minum bir tersebut.
“Enak banget, Men,” gumam Ardi teler.
“Bener banget,” sahut Amir. Ardi dan Rudi segera menyusul. Mereka membawa tiga botol bir. Meski mereka masih bersearam, mereka teguk bir itu sepuasnya. Bahkan Ardi dan Amir sampai teller. Kebiasaan ini sering mereka lakukan. Sampai tak jarang keluar masuk ruang BP dan kantor polisi.
Kali ini Ardi dan gengnya membuat ulang dengan salah satu geng dari SMA 2. Mereka menghadang gerombolan motor dari sekawanan geng tersebut. Alasannya, geng Ardi tidak suka dengan sikap geng dari SMA 2 tersebut, mereka terjalin baku pukul. Beberapa orang melerainya namu gagal. Polisi segera dating. Mereka diamankan sementara waktu. Sang pacar Rara melihat kejadian ini. Meski kecewa, tapi juga sedih. “Jangan pergi sayang….” Teriak Rara saat Ardi dan yang lainnya diamankan polisi.
Rara adalah cewek yang cantik, bokep, jelita tetapi juga playgirl. Selain dia adalah pacara Ardi, dia juga pacarnya Ferdi, siswa SMA 2. Feri inilah yang termasuk anggota geng yang berkelahi dengan gengnya Ardi kemarin. Pergaulan Rara dengan cowok-cowok, semakin lama semakin menjadi-jadi. Bahkan sering terjadi perkelahian karena sikap Rara kepada cowok-cowok.
Beberapa hari Ardi dan teman-temannya ditahan di kantor polisi. Begitu pula denga geng Ferdi. Mereka diinterograsi dan dimintai keterangan apa yang telah terjadi. Meski masalah sudah selesai tetapi dendam diantara kedua pihak masih ada.
Pergaulan Ardi dan Rara terlalu keterlaluan. Mereka pernah melakukan hubungan genital seks bebas. Namun demikian, juga pernah dilakukan bersama Ferdi, belum lama sekitar sebulan yang lalu. Alhasil adalah janin yang dikandung Rara. Bagaikan bangkai yang disembunyikan, berita ini bocor di kalangan sekolah. Orang tua Rara sangat terpukul. Terlebih pada orang tua Ardi. Namun tak setetes air matapun dari orang tua Ferdi.
SMA 2 dan SMA 3 tempat mereka bersekolahpun segera mengambil tindakan. Mereka disidang dan diinterograsi bagaimana dan apa yang sebenarnya terjadi. Karena masalah ini masih dianggap mengambang tentang siapa ayah dari janin yang dikandung Rara, sekolah masing-masing belum berani mengeluarkan Ardi dan Ferdi. Tetapi Rara telah dikeluarkan dari SMA 3.
Melihat dan mendengar masalah belum juga selesai, akhirnya siswa-siswi SMA 2 dan SMA 3 mengadakan unjuk rasa.
“Keluarkan Ardi dari SMA 3!” teriak salah seorang profokator pengunjuk rasa, ”kami telah malu mempunya teman seperti Ardi.”
“Ya,,,,Ya,,,,Ya,,,,Ya….!” teriak  serempak pengunjuk rasa dari SMA 3,”keluarkan Ardi-keluarkan Ardi-keluarkan Ardi!”
Unjuk rasa semakin memanas setelah kedatangan pengunjuk rasa dari SMA 2.
“Saudara-saudara, apakah kalian malu dengan aib yang ada di sekolah kita???” teriak profokator tersebut,”mau taruh di mana muka ini???”
“Ya,,,,Ya,,,,Ya,,,,Ya….!” (sambil mengepalkan tangan kanan dan bersemangat)
“Keluarkan Ferdi dari SMA 2! Kami terjebak… Kami terjebak malu saudara-saudara! Segera keluarkan Ferdi!” teriak profokator-profokator pengunjukrasa SMA 2.
Padahal anak-anak seusia mereka belum boleh mengikuti unjuk rasa. Mereka menuntut agar dikeluarkannya Ardi dan Ferdi. Awalnya unjukrasa berjalan tertib, namun tak selang beberapa waktu anggota geng Ardi  bermaksud menghentikan unjuk rasa. Keadaan itu berubah saat geng yang pernah mempunyai dendam dengan Amir cs, menyerang dengan lemparan batu. Keadaan ini meluas memancing peserta unjuk rasa lain ikut campur dengan keadaan ini.
Keadaan menjadi kacau balau. Hujan batupun terjadi. Beberapa diantaranya memakai senjata tajam sepert clurit, pisau, golok dan lain-lain. Ada juga yang membawa kayu dan bahkan dengan tangan kosong. Sebagian dari mereka ada yang lari tetapi ada juga yang masih tetap berkecimpung. Tumpahan darah tak dapat dihindarkan lagi. Keadaanpun semakin memanas.
Polisi memang telah siaga, namun karena masih dalam jumlah yang kurang memadai mereka melerai tetapi bertahan. Polisi-polisi telah didatangkan, entah dari polisi militer bahkan brimob-brimob dan tentara sebagai  pertahanan telah siaga di lokasi 5 menit kemudian. Puluhan siswa terkena luka bacok, beberapa luka ringan dan 7 orang telah terkapar di jalanan.
Perkara ini sampai ke hukum.