-->

Kamis, 17 Februari 2011


Aksara Jawa, sering lagi digempar-gemparkan oleh pemerintah, bapak / ibu guru di sekolah maupun oleh lembaga seni dan budaya yang terkait.  Aksara Jawa, memang dibilang huruf Jawa yang sudah lama di ciptakan oleh nenek moyang kita di Jawa. Dalam penulisannyapun aksara Jawa terpengaruh dengan logat Jawa. Sehingga orang luar Jawa dalam pembacaan atau penulisan Aksara Jawa sedikit mengalami kesulitan. Namun jangan khawtir. Semua itu pasti ada jalannya jika kita mau berusaha, berlatih, dan terus mencoba. Tentunya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Aksara jawa ini merupakan bahan materi pokok pelajaran Muatan local untuk DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA dan SURAKARTA. Aksara jawa ini mulai diajarkan sejak Sekolah Dasar kelas empat, pada zaman saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Mengsikan sekali saat pertama kali dikenalkan dengan aksara jawa itu. Pertamanya memang sedikit bingung. Namun sampe sekarang saya sudah lancer menulis aksara jawa.

Konon menurut cerita kakek-kakek atau orang tua, asal mula terbentuknya aksara Jawa atau huruf Jawa, adalah symbol atau hal yang digunakan untuk mengingant suatu peristiwa. Awalnya ada seorang pujangga yang bernama Prabu Ajisaka. Beliau adalah pemuda yang sakti, arif, dan sangat bijaksana. Prabu Ajisaka memiliki dua punggawa bernama Dora dan Sembada. Keduanya adalah punggawa yang setia kepada tuannya.

Suatu saat, Prabu Ajisaka berkelana meniggalkan kediamannya di Pulau Majethi. Belian bersama salah seorang punggawanya, Dora. Sebelum pergi, Prabu Ajisaka berpesan kepada punggawanya yang tetap tiggal di Pulau Majethi, Sembada. “Jangan kau serahkan pusaka ini ke siapapun, kucuali aku yang mengambilnya sediri,” kata Prabu Ajisaka.

Perjalannan pun berlangsung, ditengah-tengah perjalanan, Prabu Ajisaka  dan Dora menemui masalah di Madhangkemulan.  Disitulah Prabu Ajisaka berhenti, dan memerintahkan Dora untuk kembali dan mengambil pusaka yang dititipkan Sembada. Sembada yang patuh dan setia kepada Prabu Ajisaka tidak mau memberikan pusaka itu kepada Dora. Akhirnya keduanya bertarung. Kedua-duanya mati.

Prabu Ajisaka menciptakan sebuah karya yang berbunyi :
Ha na ca ra ka
Ana utusan (ada utusan)
Da ta saw a la
Pada-pada gelut (saling bertengkar)
Pa da ja ya nya

Pada ampuhe (sama kehebatanyan)
Ma ga ba tha nga
Padha dadi batang (sama jadi bangkai)

bisa juga dituliskan sebagai berikut!



Aksara jawa kini dengan berbagai applikasi dan software yang sudah mudah untuk ditulis melalui computer. Namun jika anda ingin menpelajarinya secara manualpun pasti mengasikkan.